ALBUM PETROGRAFI
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya
lah kami dapat menyelesaikan makalah ini sebatas pengetahuan dan kemampuan yang
dimiliki.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai “ PETROGRAFI BATUAN BEKU, SEDIMEN DAN BATUAN METAMORF ”. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Yogyakarta ,04 april 2016
Penyusun
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL..................................................................................................................1
KATA
PENGANTAR................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Pengertian
Petrografi............................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
2.1. TEKSTUR KHUSUS PADA BATUAN BEKU DAN
PETROGENESISNYA..............................................................................................................5
2.2. TEKSTUR KHUSUS PADA BATUAN SEDIMEN DAN PETROGENESISNYA............................................................................................................19
2.3 TEKSTUR KHUSUS PADA BATUAN METAMORF DAN PETROGENESISNYA............................................................................................................23
DAFTAR
PUSTAKA..............................................................................................................27
BAB
I
PENDAHULUAN
I.1
Pengertian Petrografi
Petrografi adalah ilmu
memerikan dan mengelompokkan batuan. Pengamatan seksama pada sayatan tipis
batuan dilakukan dibawah mikroskop, dengan tentunya didukung oleh data-data
pengamatan singkapan batuan di lapangan. Pada pemerian petrografi, pertama-tama
akan diamati mineral penyusun batuan, selanjutnya tekstur batuan. Tekstur
batuan sangat membantu dalam pengelompokan batuan selain memberikan gambaran
proses yang terjadi selama pembentukan batuan.
Petrografi merupakan salah satu cabang dari ilmu kebumian yang mmempelajari batuan berdasarkan
kenampakan mikroskopis, termasuk didalamnya untuk dipergunakan sebagai langkah
pemerian, pendeskrifsian dan klasifikasi batuan. Pemerian secara
petrografi pada batuan pertama-tama
melibatkan identifikasi mineral (bila
memungkinkan), dan penentuan komposisi dan hubungan tekstural antar butir
batuan,
Petrografi
sendiri merupakan kepentingan yang tak terbaras
namun bila mempertimbangkan sebagian dari petrologi kepentingan akan
menjadi luas, dimana petrografi memberikan
data umum yang petrologi
perjuangkan untuk menginterpretasikan
dan menerangkan asal-ususl batuan.
Batuan
sebagai agregat mineral-mineral pembentuk kulit bumi secara genesa dapat
dikelompokan dalam tiga jenis batuan, yaitu :
2. Batuan
beku (Igneous Rock), adalah kumpulan interlocking agregat mineral-mineral
silikathasil magma yang mendingin (Walter T. Huang, 1962).
3. Batuan
Sedimen (Sedimentary Rock),adalah batuan hasil litifikasi bahanrombakanbatuan
hasil denudasi atau hasil reaksi kimia maupun mengenai hasil kegiatan organisme
(Pettijohn, 1964).
4. Batuan
Metamorf (Metamorphic Rock), adalah batuan yang berasal dari suatu batuan induk
yang mengalami perubahan tekstur dan komposisi mineral pada fase padat sebagai
akibat perubahan kondisi fisika (tekanan, temperatur, atau tekanan dan
temperatur, HGF. Winkler, 1967,1979).
5.
BAB II
PEMBAHASAN
II.I. TEKSTUR KHUSUS PADA
BATUAN BEKU DAN PETROGENESISNYA
Dalam pendeskripsian batuan beku, tekstur
merupakan salah satu hal yang penting dalam penentuan jenis batuan beku di
samping komposisi batuan beku itu sendiri. Tekstur pada batuan beku sendiri
merupakan aspek yang dapat merepresentasikan genesa dari suatu batuan beku.
Oleh karena itu, berikut akan dijelaskan tekstur khusus pada batuan beku
beserta petrogenesa dari tekstur khusus tersebut.
1.
Porfiritik
Porfiritik merupakan tekstur khusus pada batuan beku
yang terbentuk akibat adanya perbedaan ukuran kristal mineral yang menyusun
suatu batuan beku. Dalam tekstur khusus ini dikenal 2 terminologi yaitu
fenokris (mineral dengan ukuran lebih besar) dan masa dasar (penyusun batuan
dengan ukuran lebih kecil). Tekstur ini terbentuk akibat adanya kristalisasi
magma yang terjadi pada dua kondisi berbeda. Fenokris akan cenderung terbentuk
terlebih dahulu ketika magma masih mengalami pendinginan relatif lambat, lalu
saat magma bergerak naik, suhu sekitar membuat magma mendingin lebih cepat
sehingga akan terbentuk kristal berukuran relatif lebih kecil daripada kristal
yang terbentuk terlebih dahulu. Terdapat 2 jenis tekstur porfiritik, yaitu faneroporfiritik (masa dasar dan
fenokris berukuran sedang atau >0,05 mm) dan porfiroafanitik (fenokris berukuran >0,05 mm sedangkan masa
dasar berukuran halus atau berukuran <0,05 mm).
Gambar 1. Tekstur faneroporfiritik
Sumber :
http://www4.nau.edu/meteorite/Meteorite/Book-Textures.html
Gambar 2. Tekstur porfiroafanitik
Sumber :
http://www4.nau.edu/meteorite/Meteorite/Book-Textures.html
2. Cummulate texture
Tekstur ini memiliki kenampakan yang dicirikan dengan
adanya agregat kristal mineral dengan densitas tinggi pada bagian dasar tubuh
intrusi batuan beku. Tekstur ini terbentuk akibat berat jenis mineral yang
terbentuk pada awal pendinginan magma yang cenderung lebih berat daripada magma
sehingga menyebabkan terjadinya gravity
settling yang menyebabkan mineral tersebut terkumpul di bagian bawah tubuh
batuan beku.
Gambar 3. Cummulate
texture dari mineral olivine, piroksen, plagioklas, dan magnetit
Sumber :
http://www4.nau.edu/meteorite/Meteorite/Book-Textures.html
3.
Intersertal
Tekstur ini tercirikan dengan adanya kenampakan gelas
vulkanik yang mengisi ruang-ruang di antara tubuh kristal mineral
plagioklas. Tekstur ini sering ditemukan
pada batuan beku vulkanik intermediet atau basa seperti andesit hingga basalt.
Tekstur ini terbentuk melalui proses yang hampir mirip dengan tekstur
porfiritik, di mana mineral plagioklas terbentuk terlebih dahulu lalu ketika
magma muncul ke permukaan terjadi pendinginan yang cepat yang menyebabkan lava
cenderung membentuk gelas vulkanik yang seolah-olah mengelilingi tubuh
mineral plagioklas yang terbentuk
terlebih dahulu.
Gambar 4. Tekstur intersertal
Sumber : Slide presentasi asistensi batuan
beku, praktikum petrografi 2012
4.
Ofitik dan Subofitik
Tekstur ofitik dan subofitik memiliki kenampakan khas
yang menampakkan hubungan khusus antara mineral plagioklas dan mineral
piroksen. Pada tekstur ofitik, mineral plagioklas ditemukan dikelilingi oleh
mineral piroksen. Tekstur ini dapat dianalogikan seperti plagioklas euhedral
sebagai fenokris pada masa dasar piroksen dengan ukuran yang relatif lebih
besar namun bentuknya subhedral. Sedangkan pada tekstur subofitik, kenampakan
khas yang ditunjukkan berupa mineral piroksen yang seolah-olah dikelilingi oleh
mineral plagioklas karena ukuran plagioklas yang cenderung lebih besar atau
merupakan kebalikan dari tekstur ofitik.
Tekstur ofitik sendiri terbentuk melalui pendinginan
magma basaltik yang berlangsung relatif lambat. Ketika pendinginan terjadi intergrowth antara mineral plagioklas
dan piroksen, namun plagioklas telah terbentuk terlebih dahulu sehingga
plagioklas cenderung memiliki bentuk euhedral hingga subhedral. Selanjutnya
dilanjutkan kristalisasi mineral piroksen yang mengisi ruang antar plagioklas.
Tekstur subofitik terbentuk oleh pendinginan magma
basaltik dengan pembentukan mineral piroksen terlebih dahulu selanjutnya
dilanjutkan intergrowth dengan
mineral plagioklas.
Gambar 5. Tekstur ofitik
Sumber :
http://www.huntsearch.gla.ac.uk/geoimages/ah/ah990b.jpg
Gambar 6. Tekstur subofitik
Sumber :
http://www4.nau.edu/meteorite/Meteorite/Images/Subophitic_Texture.jpg
5.
Mikroporfiritik
Tekstur ini memiliki kenampakan khas yang menyerupai
tekstur khusus porfiritik, namun yang membedakan adalah kenampakan tekstur
mikroporfiritik ini hanya dapat diamati melalui pengamatan mikroskopis. Tekstur
ini memiliki genesa yang relatif sama dengan tekstur porfiritik, hanya saja
batuan beku dengan tekstur ini cenderung ditemukan pada batuan beku vulkanik
ataupun hipabisal yang dekat dengan permukaan. Tempat pendinginan yang
sedemikian rupa ini menyebabkan pendinginan berlangsung cepat sehingga
kristal-kristal mineral cenderung terbentuk dalam ukuran kecil atau halus.
Gambar 7. Tekstur mikroporfiritik
Sumber : Slide presentasi asistensi batuan
beku, praktikum petrografi 2012
6.
Trakhitik
Tekstur ini memiliki kenampakan yang cukup menarik
berupa adanya mikrolit atau cryptocrystalline
plagioklas yang menunjukkan kesejajaran di antara mineral lain. Tekstur
trakhitik sering ditemukan pada batuan beku vulkanik. Tekstur ini terbentuk
akibat adanya aliran magma atau lava yang membuat orientasi penyusunan mineral
menjadi sejajar. Hal ini cenderung disebabkan karena bentuk kristal plagioklas
yang cenderung memanjang akan lebih mudah mengikuti arah aliran lava atau magma
sesuai dengan arah memanjangnya kristal. Hal tersebut dapat dianalogikan dengan
aerodinamika.
Gambar 8. Tekstur Trakhitik
Sumber :
http://www.earthbyte.org/people/geoff/Hyperpetmag/Datafile/Stills/trachyx.GIF
7.
Pilotasitik
Tekstur ini memiliki kemiripan dengan tekstur
trakhitik dimana terdapat penyejajaran mikroli-mikrolit plagioklas. Namun letak
perbedaannya adalah pada tekstur ini penyusunan mikrolit-mikrolit plagioklasnya
cenderung sub-paralel. Kehadiran mikrolit plagioklas ini juga sering disertai
mikrokristalin lain. Tekstur ini terbentuk juga karena aliran magma atau lava
yang memperngaruhi penyusunan mikrolit-mikrolit plagioklas pada batuan beku,
namun pengaruh aliran tidak terlalu dominan sehingga penyusunannya cenderung
sub-paralel. Aliran seperti ini bisa terjadi karena aliran lambat atau aliran
lava kental.
Gambar 9. Tekstur Pilotasitik
Sumber : Slide presentasi asistensi batuan
beku, praktikum petrografi 2012
8.
Poikilitik
Tekstur ini menunjukkan kenampakan adanya inklusi
mineral-mineral secara acak dan tidak teratur pada suatu tubuh kristal mineral
yang besar. Tekstur ini terbentuk akibat mineral-mineral yang menginklusi
terbentuk terbentuk terlebih dahulu. Selanjutnya terjadi pembentukan mineral
yang diinklusi melalui pendinginan magma secara lambat akibat perubahan kondisi
sekitar sehingga mineral yang terbentuk ini memiliki waktu lebih untuk tumbuh
dengan nukleasi yang lambat. Keadaan ini akan menyebabkan mineral yang besar
tampak diinklusi oleh mineral-mineral yang lebih kecil.
Gambar 10. Tekstur poikilitic (inklusi mineral
mafic pada plagioklas)
Sumber :
http://www.meteorite-times.com/Back_Links/2011/may/6.jpg
9.
Intergranular
Tekstur ini memiliki kenampakan berupa adanya kumpulan
mineral mafik (biasanya piroksen) dengan ukuran relatif lebih kecil di antara
mineral plagioklas yang tersusun secara acak dan tidak teratur. Tekstur ini
terbentuk akibat dari jenis magma sumber yang menyebabkan dominasi mineral yang
terbentuk berupa mineral mafik dan mineral Ca plagioklas. Proses pendinginan
berlangsung secara bertahap dari mineral Ca plagioklas selanjutnya mineral
piroksen yang terbentuk pada proses pendinginan lebih cepat. Karena mineral
piroksen terbentuk setelah plagioklas, mineral ini cenderung mengisi
ruang-ruang antara plagioklas.
Gambar 11. Tekstur Intergranular
Sumber :
http://www.largeigneousprovinces.org/sites/default/files/2011Nov-fig-8.png
10. Intergrowth
Tekstur ini secara umum menunjukkan kenampakan
pertumbuhan bersama antara 2 jenis mineral yang berbeda jenisnya. Secara umum
tekstur ini dapat dijelaskan menggunakan diagram fase dengan melihat suhu
kristalisasi suatu mineral hingga mencapai titik euthetic. Tekstur ini terbagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a. Graphic
Pada tekstur ini tampak bahwa mineral kuarsa tertanam
secara acak dalam mineral K-feldspar. Kedua mineral ini tumbuh secara
bersama-sama dengan tingkat kristalisasi yang berbeda. Hal ini terjadi karena
adanya kehadiran fase aqueous yang
menyebabkan terjadinya intergrowth antara mineral kuarsa dengan mineral
ortoklas (K-feldspar).
Gambar 12. Intergrowth
jenis graphic
Sumber : Slide presentasi asistensi batuan
beku, praktikum petrografi 2012
b. Granophiric
Terdapat kuarsa berbentuk anhedral dengan letak tidak teratur.
Hal ini disebabkan mineral kuarsa yang mengkristal bersama mineral feldspar
terbentuk pada daerah batas kristal lain.
Gambar 13. Intergrowth
jenis granophiric
Sumber : Slide presentasi asistensi batuan
beku, praktikum petrografi 2012
c. Myrmekitic
Menunjukkan intergrowth
antara kuarsa dan plagioklas dengan ciri khas berupa bentuk kuarsa yang
berbentuk seperti cacing di antara plagioklas. Hal ini terbentuk ketika
kristalisasi plagioklas belum sempurna di saat itulah kuarsa masuk mengisi
rongga yang belum terkristalisasi sempurna.
Gambar 13. Intergrowth
jenis myrmekitic
Sumber : Slide presentasi asistensi batuan
beku, praktikum petrografi 2012
11. Perthite dan Antiperthite
Tekstur ini secara umum menunjukkan kenampakan intergrowth antara mineral ortoklas dan
plagioklas. Perthite menampakkan
intergrowth ortoklas di dalam plagioklas dengan orientasi mineral ortoklas
cenderung sejajar bidang belahan mineral plagioklas. Sedangkan antiperthite merupakan kebalikan dari
perthite. Pembentukan tekstur ini juga dapat dijelaskan melalui diagram fase
hingga menuju titik euthetic. Pada perthite mineral plagioklas terbentuk
terlebih dahulu dan saat belum sempurna mineral ortoklas terkristalisasi pada
bidang belahan yang belum sempurna terbentuk.
Gambar 14. Tekstur perthite
a) Tekstur trakitik
- Dicirikan oleh susunan tekstur batuan beku dengan kenampakan adanya orientasi mineral ---- arah orientasi adalah arah aliran
- Berkembang pada batuan ekstrusi / lava, intrusi dangkal seperti dike dan sill
- Gambar V.7 adalah tekstur trakitik batuan beku dari intrusi dike trakit di G. Muria; gambar kiri: posisi nikol sejajar dan gambar kanan: posisi nikol silang
Gambar V.1.
Tekstur
trakitik pada traki-andesit (intrusi dike di Gunung Muria). Arah orientasi dibentuk
oleh mineral-mineral plagioklas. Di samping tekstur trakitik juga masih
menunjukkan tekstur porfiritik dengan fenokris plagioklas dan piroksen orto.
b) Tekstur
Intersertal
- Yaitu tekstur batuan beku yang ditunjukkan oleh susunan intersertal antar kristal plagioklas; mikrolit plagioklas yang berada di antara / dalam massa dasar gelas interstitial.
Gambar V.2.
Tekstur
intersertal pada diabas; gambar kiri posisi nikol sejajar dan gambar kanan
posisi nikol silang. Butiran hitam adalah magnetit
c) Tekstur Porfiritik
- Yaitu tekstur batuan yang dicirikan oleh adanya kristal besar (fenokris) yang dikelilingi oleh massa dasar kristal yang lebih halus dan gelas
- Jika massa dasar seluruhnya gelas disebut tekstur vitrophyric .
- Jika fenokris yang berkelompok dan tumbuh bersama, maka membentuk tekstur glomeroporphyritic.
Gambar V.3.
Gambar
kiri: Tektur porfiritik pada basalt olivin porfirik dengan fenokris olivin dan
glomerocryst olivin (ungu) dan
plagioklas yang tertanam dalam massa dasar plagioklas dan granular
piroksen berdiameter 6 mm (Maui, Hawaii). Gambar kanan: basalt olivin porfirik
yang tersusun atas fenokris olivin dan glomerocryst olivin (ungu) dan
plagioklas dalam massa dasar plagioklas intergranular dan piroksen granular
berdiameter 6 mm (Maui, Hawaii)
d) Tekstur Ofitik
Yaitu tekstur batuan beku yang dibentuk oleh
mineral plagioklas yang tersusun secara acak dikelilingi oleh mineral piroksen
atau olivin (Gambar V.10). Jika plagioklasnya lebih besar dan dililingi oleh mineral
ferromagnesian, maka membentuk tekstur subofitic (Gambar V.11). Dalam suatu
batuan yang sama kadang-kadang dijumpai kedua tekstur tersebut secara
bersamaan.
Secara gradasi, kadang-kadang terjadi
perubahan tektur batuan dari intergranular menjadi subofitik dan ofitik.
Perubahan tektur tersebut banyak dijumpai dalam batuan beku basa-ultra basa,
contoh basalt. Perubahan tekstur dari intergranular ke subofitic dalam basalt
dihasilkan oleh pendinginan yang sangat cepat, dengan proses nukleasi kristal
yang lebih lambat. Perubahan terstur tersebut banyak dijumpai pada inti batuan
diabasik atau doleritik (dike basaltik). Jika pendinginannya lebih cepat lagi,
maka akan terjadi tekstur interstitial latit antara plagioclase menjadi gelas
membentuk tekstur intersertal.
Gambar V.4.
Tekstur
ofitik pada doleritik (basal); mineral plagioklas dikelilingi oleh mineral
olivin dan piroksen klino
Gambar V.5.
Tekstur
subofitik pada basal; mineral plagioklas dikelilingi oleh mineral feromagnesian
yang juga menunjukkan tekstur poikilitik.
II.3
Struktur
Struktur Batuan Beku
Struktur batuan yang berhubungan dengan
magma dikenal dengan struktur batuan vulkanik, struktur batuan plutonik, dan
struktur dari hasil inklusi. Struktur batuan beku yang pada umunya merupakan
kenampakan skala besar sehingga dapat dikenali dilapangan seperti :
a. Perlapisan
b. Lineasi
(laminasi, segregasi)
c. Kekar
(lembar, tiang)
d. Vesikuler
(bentuk, ukuran, pola)
e. Aliran
- Masif: padat dan ketat; tidak menunjukkan adanya lubang-lubang keluarnya gas; dijumpai pada batuan intrusi dalam, inti intrusi dangkal dan inti lava; Ct: granit, diorit, gabro dan inti andesit
- Skoria: dijumpai lubang-lubang keluarnya gas dengan susunan yang tidak teratur; dijumpai pada bagian luar batuan ekstrusi dan intrusi dangkal, terutama batuan vulkanik andesitik-basaltik; Ct: andesit dan basalt
- Vesikuler: dijumpai lubang-lubang keluarnya gas dengan susunan teratur; dijumpai pada batuan ekstrusi riolitik atau batuan beku berafinitas intermediet-asam.
- Amigdaloidal: dijumpai lubang-lubang keluarnya gas, tetapi telah terisi oleh mineral lain seperti kuarsa dan kalsit; dijumpai pada batuan vulkanik trakitik; Ct: trakiandesit dan andesit
Gambar V.6.
Struktur
batuan beku masif; terbentuk karena daya ikat masing-masing mineral sangat
kuat, contoh pada granodiorit dengan komposisi mineral plagioklas
berdiameter >1 mm (gambar atas) dan granit (gambar bawah) dengan komposisi
kuarsa dan ortoklas anhedral dengan diameter >1 mm
rongga
|
rongga
|
rongga
|
rongga
|
rongga
|
rongga
|
Gambar V.7.
Struktur
batuan beku skoria; dijumpai rongga-rongga bekas keluarnya gas saat pembekuan
yang sangat cepat. Contoh pada andesit basaltik porfirik pada posisi nikol
sejajar (atas) dan nikol silang (bawah). Batuan tersusun atas fenokris
plagioklas berdiameter >1 mm dan piroksen klino berdiameter
0,5-1,5 mm, dan tertanam dalam massa dasar gelas, kristal mineral (plagioklas
dan piroksen) dan rongga tak beraturan berdiameter <1 mm.
II.2. TEKSTUR KHUSUS PADA BATUAN SEDIMEN DAN PETROGENESISNYA
Batuan karbonat adalah batuan dengan kandungan
material karbonat lebih dari 50 % yang tersusun atas partikel karbonat klastik
yang tersemenkan atau karbonat kristalin hasil presipitasi langsung (Rejers
& Hsu, 1986).Bates & Jackson (1987) mendefinisikan batuan karbonat
sebagai batuan yang komponen utamanya adalah mineral karbonat dengan berat
keseluruhan lebih dari 50 %. Sedangkan batugamping menurut definisi Reijers
&Hsu (1986) adalah batuan yang mengandung kalsium karbonat hingga 95 %.
Sehingga tidak semua batuan karbonat adalah batugamping.
secara umum batuan karbonat ini mengandung fase
primer, sekunder dan butiran reworked. Fase primer ini merupakan mineral
presipitasi yang dihasilkan oleh organisme, sementara mineral karbonat sekunder
dihasilkan oleh presipitasi alami non organik yang terjadi saat proses
diagenesis berlangsung. Material reworked ini sama dengan mekanisme yang
terjadi pada batuan terigen klastik yaitu hasil abrasi pelapukan batuan
sebelumnya.
lime mud merupakan istilah untuk material karbonat dengan
butiran yang sangat halus lebih kecil dari ukuran pasir (kurang lebih kayak
matrik or lempung versi karbonatlah) dibagi dua jenis yaitu micrite yaitu
butiran karbonat berukuran <0.004 mm dan microsparite berukuran atnara 0.004
dan 0.06 mm (Raymond, 2002). Komponen - komponen lainnya ada juga semen
karbonat yang genetiknya lebih kearah diagenesis (sementasi) karbonat dan
fragmen yang lebih kasar dalam batuan karbonat dikenal sebagai allochem
(memliki jenis yang macam-macam. Secara umum dibagi dua , yaitu: yang berasal
dari cangkang fosil atau skeletal grain dan fragmen yang bukan dari tubuh fosil
atau murni hasil presiptasi).
ü
Tekstur
Batuan Karbonat
Kalsit
bisa hadir dalam tiga bentuk tekstural:
1. Butiran karbonat
(carbonate grain) seperti ooid dan skeletal grain, yang berukuran silt sampai
yang kasar berupa agregat kristal kalsit,
2. Mikrokistalin
kalsit atau carbonate mudy ang secara tekstural analog dengan mud di batuan
sedimen silisiklastik namun lebih kecil lagi,
3. Sparry
calcite, yang mengandung kristal kalsit yang lebih ‘kasar’ hanya terlihat
dibawah mikroskop.
Lithoklas.
Lithoklas dalam beberapa literatur dikenal sebagai lime-clast atau intraclast. Dalam buku ini peristilahan lithoklas diambil dari Tucker & Wright (1990) yang mencakup intraklas & ekstraklas (Gambar 2.11). Intraklas adalah komponen karbonat yang merupakan hasil rombakan batuan karbonat dalam lingkungan pengendapan yang sama, sedangkan ekstraklas adalah komponen karbonat hasil rombakan dari batuan karbonat yang telah ada di luar lingkungan pengendapannya.
Ooid (oolit)
Ooid (atau oolite) adalah butiran yang berbentuk bulat, lonjong dan memperlihatkan struktur dalam baik secara konsentris maupun tangensial dengan suatu inti (nuclei) yang komposisinya bervariasi. Cortex tersebut adalah halus dan terlaminasi secara rata pada bagian luarnya, tetapi laminae individu mungkin lebih tipis pada titik-titik sudut tajam intinya. Bentuk nucleus tersebut tipikal spheroid atau elipsoid dengan derajat sphericity meningkat kearah luar (Gambar 6).
Lithoklas dalam beberapa literatur dikenal sebagai lime-clast atau intraclast. Dalam buku ini peristilahan lithoklas diambil dari Tucker & Wright (1990) yang mencakup intraklas & ekstraklas (Gambar 2.11). Intraklas adalah komponen karbonat yang merupakan hasil rombakan batuan karbonat dalam lingkungan pengendapan yang sama, sedangkan ekstraklas adalah komponen karbonat hasil rombakan dari batuan karbonat yang telah ada di luar lingkungan pengendapannya.
Ooid (oolit)
Ooid (atau oolite) adalah butiran yang berbentuk bulat, lonjong dan memperlihatkan struktur dalam baik secara konsentris maupun tangensial dengan suatu inti (nuclei) yang komposisinya bervariasi. Cortex tersebut adalah halus dan terlaminasi secara rata pada bagian luarnya, tetapi laminae individu mungkin lebih tipis pada titik-titik sudut tajam intinya. Bentuk nucleus tersebut tipikal spheroid atau elipsoid dengan derajat sphericity meningkat kearah luar (Gambar 6).
Gambar 6 Komponen dalam batuan
karbonat berupa lithoklas jenisnya belum diketahui dengan pasti. Contoh
setangan (hand speciment) berupa slab dari batugamping Selayar (A), sayatan
tipis yang menunjukkan beberapa ukuran dan batas butir yang tegas (Kendall,
2005) (B).
Gambar 7 Fotograf dari ooid (bulat putih bersih) dan
mineral terrigenous (kuarsa) warna bening (A), ooid dalam bentuk sayatan tipis
yang memperlihatkan struktur dalam dan beberapa ooid intinya telah melarut (B).
(Sumber: An Overview of Carbonates, Kendall, 2005).
Peloid
(Pellet)
Peloid merupakan suatu komponen karbonat berukuran pasir, dengan ukuran rata-rata 100-500µm yang tersusun oleh kristal-kristal karbonat. Peloid umumnya berbentuk rounded – subrounded, spherical, ellipsoid hingga tak beraturan dan tidak mempunyai struktur dalam. Istilah tersebut murni deskriptif yang dikemukakan oleh McKee & Gutschick (1969). Istilah Pellet juga umum digunakan tetapi mempunyai konotasi untuk peloid yang berasal dari aktifitas organisme atau faecal pellet (Gambar 9).
Peloid merupakan komponen penting didalam batuan karbonat dangkal. Seperti pada Great Bahama bank bagian barat dari P. Andros, dimana pelet menutupi kurang lebih 10.000 km2. Peloid menyusun lebih dari 30% total sedimen dan 75% pasir. Pada daerah-daerah berenergi rendah seperti sedimen-sedimen lagun di daerah Balize, peloid juga umum dijumpai pada batugamping berenergi rendah di daerah laut dangkal, atau pada lingkungan laut yang tertutup.
Peloid merupakan suatu komponen karbonat berukuran pasir, dengan ukuran rata-rata 100-500µm yang tersusun oleh kristal-kristal karbonat. Peloid umumnya berbentuk rounded – subrounded, spherical, ellipsoid hingga tak beraturan dan tidak mempunyai struktur dalam. Istilah tersebut murni deskriptif yang dikemukakan oleh McKee & Gutschick (1969). Istilah Pellet juga umum digunakan tetapi mempunyai konotasi untuk peloid yang berasal dari aktifitas organisme atau faecal pellet (Gambar 9).
Peloid merupakan komponen penting didalam batuan karbonat dangkal. Seperti pada Great Bahama bank bagian barat dari P. Andros, dimana pelet menutupi kurang lebih 10.000 km2. Peloid menyusun lebih dari 30% total sedimen dan 75% pasir. Pada daerah-daerah berenergi rendah seperti sedimen-sedimen lagun di daerah Balize, peloid juga umum dijumpai pada batugamping berenergi rendah di daerah laut dangkal, atau pada lingkungan laut yang tertutup.
Gambar 9 (A) kenampakan butiran peloid modern, (B)
kenampakan peloid dalam bentuk sayatan tipis yang tidak memperlihatkan struktur
dalam.
Coated grains
Sejumlah carbonated-coated grains kadang tidak konsisten dalam penggunaan terminologinya sehingga kadang memunculkan masalah dalam interpretasinya. Memang hampir semua ahli petrografi batuan karbonat nampaknya mempunyai defenisi sendiri-sendiri. Coated grains terjadi secara poligenetik dengan perbedaan proses yang membentuk tipe butiran sama dan banyak dari proses ini belum dimengerti. Selanjutnya coated grain sama dapat terjadi pada lingkungan yang berbeda sama sekali yang menjadikan penggunaannya dalam interpretasi lingkungan pengendapan sangat susah.
Beberapa ahli masih memberikan istilah yang berbeda pada obyek yang sama. Istilah-istilah tersebut misalnya macro-oncoid, pisovadoid, cyanoid, bryoid, turberoid, putroid dan walnutoid (Peryt, 1983a). Peristilahan ini sudah terlalu jauh dan barangkali istilah yang membingungkan tersebut tidak akan dibahas dalam buku ini. Penjelasan yang paling baru mengenai istilah coated grain yakni yang dilakukan oleh Peryt (1983b) yang mengajukan klasifikasi lain yang menggunakan sistem genetik dan generik untuk pengklasifikasian butiran ini.
Coated grains
Sejumlah carbonated-coated grains kadang tidak konsisten dalam penggunaan terminologinya sehingga kadang memunculkan masalah dalam interpretasinya. Memang hampir semua ahli petrografi batuan karbonat nampaknya mempunyai defenisi sendiri-sendiri. Coated grains terjadi secara poligenetik dengan perbedaan proses yang membentuk tipe butiran sama dan banyak dari proses ini belum dimengerti. Selanjutnya coated grain sama dapat terjadi pada lingkungan yang berbeda sama sekali yang menjadikan penggunaannya dalam interpretasi lingkungan pengendapan sangat susah.
Beberapa ahli masih memberikan istilah yang berbeda pada obyek yang sama. Istilah-istilah tersebut misalnya macro-oncoid, pisovadoid, cyanoid, bryoid, turberoid, putroid dan walnutoid (Peryt, 1983a). Peristilahan ini sudah terlalu jauh dan barangkali istilah yang membingungkan tersebut tidak akan dibahas dalam buku ini. Penjelasan yang paling baru mengenai istilah coated grain yakni yang dilakukan oleh Peryt (1983b) yang mengajukan klasifikasi lain yang menggunakan sistem genetik dan generik untuk pengklasifikasian butiran ini.
II.3. TEKSTUR KHUSUS PADA BATUAN METAMORF DAN PETROGENESISNYA
Tekstur Secara Petrografi
Secara
umum kandungan mineral didalam batuan metamorf akan mencerminkan tekstur,
contoh melimpahnya mika akan memberikan tekstur skistose pada batuannya. Dengan
demikian tekstur dan minerologi memegang peranan penting di dalam penamaan
batuan metamorf. Dengan munculnya konsep fasies, penamaan batuan kadang –
kadang rancu dengan pengertian fasies. Mineral dalam batuan metamorf disebut
mineral metamorfisme yang terjadi karena kristalnya tumbuh dalam suasana padat
dan batuan mengkristal dalam lingkungan cair. Tekstur yang
berkembang selama proses metamorfisme secara tipikal penamaanya mengikuti kata-kata yang mempunyai akhiran -blastik. Contohnya, batuan
metamorf yang berkomposisi
kristal-kristal berukuran seragam disebut dengan granoblastik. Secara umum satu
atau lebih mineral yang hadir berbeda lebih besar dari rata-rata;
kristal yang lebih besar tersebut dinamakan porphiroblast.
Atau
juga menunjukkan batuan asalnya misal
awalan “meta” untuk memberikan nama suatu batuan metamorfisem apabila masih
dapat dikenali sifat dari batuan asalnya contoh : metasedimen, metaklastik,
metagraywacke, metavolkanik,dan lain- lain.Jika batuan masih terlihat tekstur sisa maka tekstur
diakhiri akhiran “Blasto” misal blasto porfiritik, dan memakai akhiran”blastik”
apabila ataun asal maupan sisa bataun sudah tidak kelihatan lagi karena telah
mengalami proses rekristalisasi contoh “Granolobastik” dan lain lain.
ü Bentuk
·
Idioblastik, merupakan
suatu Kristal asal metamorfisme yang dibatasi oleh muka Kristal itu sendiri
·
Xenoblastik, merupakan
suatu Kristal asal metamorfisme yang dibatasi bukan oleh muka kristalnya
sendiri, ini ekivalen dan anhedral.
ü Orientasi
·
Orientasi
yang tidak kuat
Batuan
equigranuler yaitu batuan dengan butiran – butiran mineral yang hampir sama
ukurannya.
Tekstur mosaik : kristalnya eqiudimensional, pada umumnya berbentuk polygonal
dengan batas – batas Kristal lurus atau melengkung.
Tekstur suture : kristalnya equidimensional atau lentikuler, mempunyai batas –
batas tak teratur, banyak diantaranya saling menembus terhadap butir – butir
disampingnya. Jika batuan xenoblastik sangat interlocking disebut suture.
Tekstur mylenitik : suatu penghancuran mekanik, berbutir amat halus tanpa
rekristalisasi mineral – mineral primer dan beberapa batuannya memperlihatkan
kenampakan berarah sebagai lapisan – lapisan tipis material terhancurkan dapat
terlitifikasi oleh proses sementasi larutan hidrotermal.
Tekstur hornfelsik : suatu jenis yang berkembang dalam batuan sedimen
pelitik oleh metamorfisme termal. Shale dan batuan karbonat berubah secara luas
tetapi batupasir memperlihatkan sedikit menjadi kuarsit. Perwujudan nyata
berupa pembentukan mika dan klorit yang terlihat sebagai bintik – bintik.
Tekstur kristaloblastik : suatu tekstur kristalin yang terbentuk oleh
kristalisasi metamorfisme
·
Xenonoblstik, bila
kristalnya subhedral dan unhedral.
·
Idioblastik, bila
kristalnya euhedral.
·
Lepidoblastik, bila
orientasi mineral - mineral pipih atu tabular menunjukkan hampir paralel atau
paralel.
·
Nematoblastik, bila
susunan paralel atu hampir parallel merupakan mineral – mineral prismatik atau
fibrous.
Tekstur porfiriblastik : merupakan tekstur kristoblastik yang tersusun oleh 2
mineral atau lebih. Berbeda ukuran butirnya dan ekivalen dengan tekstur
porfiritik dalam batuan beku, kristal – kristal yang besar yang besar (tunggal)
disebut porfiroblast.
Gambar : Tekstur Porfiroblast
Tekstur poikiloblastik : istilah lain dari tekstur saringan ”sieve” yang
dicirakan oleh porfiroblast – porfiroblast yang mengandung sejumlah butiran –
butiran yang lebih kecil (inklusi).
Gambar Tekstur poikiloblastik
Tekstur Porphyroklas: tekstur batuan
metamorf yang dicirikan oleh adanya kristal besar (umumnya K-feldspar) dalam
massa dasar mineral yang lebih halus. Bedanya dengan porphyroblastik adalah, porphyroklastik tidak tumbuh secara
in-situ, tetapi sebagai fragment sebelum mineral-mineral tersebut hancur /
terubah saat prosesn metamorfisme, contoh: blastomylonit dalam gniss granitik.
Gambar VI.18.
Tekstur porfiroklastik
Tekstur Retrogradasi eklogit: tekstur
batuan metamorf yang dibentuk oleh adanya mineral amfibol (biasanya
horenblende) yang berreaksi dengan mineral lain. Dalam
Gambar VI.19 adalah retrogradasi klinopirosen amfibole pada sisi
kanan atas.
Gambar VI.19.
Tekstur retrogradasi eklogit
Tekstur Schistose: foliasi sangat kuat,
atau terdapat penjajaran butiran, terutama mika, dalam batuan metamorf berbutir
kasar.
Gambar VI.20.
Tekstur schistose
Tekstur Phyllitik: foliasi kuat dalam
batuan metamorf berbutir halus.
Gambar VI.21.
Tekstur phylitik
Tekstur Granoblastik: massive,
tak-terfoliasi, tekstur equigranular dalam batuan metamorf.
Gambar VI.22.
Tekstur granoblastik pada batuan metamorf
DAFTAR PUSTAKA
Nockolds, S. R., Knox,
and G. A. Chinner. 1976. Petrology for Students. Cambridge
University Press : London
Williams, Howel,
Francis J. Turner, and Charles M. Gilbert. 1982. Petrography “An Introduction to
the Study of Rocks in Thin Section”. W. H. Freeman and Company : New
York
http://www4.nau.edu/meteorite/Meteorite/Book-Textures.html
(diakses Rabu, 21 Maret 2012, pukul 19:20)
http://www.polarresearch.net/index.php/polar/article/view/7306/html_190
(diakses Rabu, 21 Maret 2012, pukul 19:20)
http://www.tulane.edu/~sanelson/eens212/textures_igneous_rocks.htm
(diakses Rabu, 21 Maret 2012, pukul 19:20)
No comments:
Post a Comment