Tuesday, March 7, 2017

Album petrografi




ALBUM PETROGRAFI
 


                   Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki.

            Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai PETROGRAFI BATUAN BEKU, SEDIMEN DAN BATUAN METAMORF ”. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.

            Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.








Yogyakarta ,04 april 2016


Penyusun


DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL..................................................................................................................1
KATA PENGANTAR................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Pengertian Petrografi............................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
2.1. TEKSTUR KHUSUS PADA BATUAN BEKU DAN PETROGENESISNYA..............................................................................................................5
2.2. TEKSTUR KHUSUS PADA BATUAN SEDIMEN DAN PETROGENESISNYA............................................................................................................19
2.3 TEKSTUR KHUSUS PADA BATUAN METAMORF DAN PETROGENESISNYA............................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................27













BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Pengertian Petrografi
         Petrografi adalah ilmu memerikan dan mengelompokkan batuan. Pengamatan seksama pada sayatan tipis batuan dilakukan dibawah mikroskop, dengan tentunya didukung oleh data-data pengamatan singkapan batuan di lapangan. Pada pemerian petrografi, pertama-tama akan diamati mineral penyusun batuan, selanjutnya tekstur batuan. Tekstur batuan sangat membantu dalam pengelompokan batuan selain memberikan gambaran proses yang terjadi selama pembentukan batuan.
Petrografi merupakan salah satu cabang dari ilmu kebumian  yang mmempelajari batuan berdasarkan kenampakan mikroskopis, termasuk didalamnya untuk dipergunakan sebagai langkah pemerian, pendeskrifsian dan klasifikasi batuan. Pemerian secara petrografi  pada batuan pertama-tama melibatkan  identifikasi mineral (bila memungkinkan), dan penentuan komposisi dan hubungan tekstural antar butir batuan,
Petrografi sendiri merupakan kepentingan yang tak terbaras  namun bila mempertimbangkan sebagian dari petrologi kepentingan akan menjadi luas, dimana petrografi memberikan  data umum  yang petrologi perjuangkan untuk menginterpretasikan  dan menerangkan asal-ususl batuan.
Batuan sebagai agregat mineral-mineral pembentuk kulit bumi secara genesa dapat dikelompokan dalam tiga jenis batuan, yaitu :
2.      Batuan beku (Igneous Rock), adalah kumpulan interlocking agregat mineral-mineral silikathasil magma yang mendingin (Walter T. Huang, 1962).
3.      Batuan Sedimen (Sedimentary Rock),adalah batuan hasil litifikasi bahanrombakanbatuan hasil denudasi atau hasil reaksi kimia maupun mengenai hasil kegiatan organisme (Pettijohn, 1964).
4.      Batuan Metamorf (Metamorphic Rock), adalah batuan yang berasal dari suatu batuan induk yang mengalami perubahan tekstur dan komposisi mineral pada fase padat sebagai akibat perubahan kondisi fisika (tekanan, temperatur, atau tekanan dan temperatur, HGF. Winkler, 1967,1979).
5.       
BAB II
PEMBAHASAN

II.I. TEKSTUR KHUSUS PADA BATUAN BEKU DAN PETROGENESISNYA

Dalam pendeskripsian batuan beku, tekstur merupakan salah satu hal yang penting dalam penentuan jenis batuan beku di samping komposisi batuan beku itu sendiri. Tekstur pada batuan beku sendiri merupakan aspek yang dapat merepresentasikan genesa dari suatu batuan beku. Oleh karena itu, berikut akan dijelaskan tekstur khusus pada batuan beku beserta petrogenesa dari tekstur khusus tersebut.
1.      Porfiritik
Porfiritik merupakan tekstur khusus pada batuan beku yang terbentuk akibat adanya perbedaan ukuran kristal mineral yang menyusun suatu batuan beku. Dalam tekstur khusus ini dikenal 2 terminologi yaitu fenokris (mineral dengan ukuran lebih besar) dan masa dasar (penyusun batuan dengan ukuran lebih kecil). Tekstur ini terbentuk akibat adanya kristalisasi magma yang terjadi pada dua kondisi berbeda. Fenokris akan cenderung terbentuk terlebih dahulu ketika magma masih mengalami pendinginan relatif lambat, lalu saat magma bergerak naik, suhu sekitar membuat magma mendingin lebih cepat sehingga akan terbentuk kristal berukuran relatif lebih kecil daripada kristal yang terbentuk terlebih dahulu. Terdapat 2 jenis tekstur porfiritik, yaitu faneroporfiritik (masa dasar dan fenokris berukuran sedang atau >0,05 mm) dan porfiroafanitik (fenokris berukuran >0,05 mm sedangkan masa dasar berukuran halus atau berukuran <0,05 mm).
Gambar 1. Tekstur faneroporfiritik
Sumber : http://www4.nau.edu/meteorite/Meteorite/Book-Textures.html

Gambar 2. Tekstur porfiroafanitik
Sumber : http://www4.nau.edu/meteorite/Meteorite/Book-Textures.html

2.      Cummulate texture
Tekstur ini memiliki kenampakan yang dicirikan dengan adanya agregat kristal mineral dengan densitas tinggi pada bagian dasar tubuh intrusi batuan beku. Tekstur ini terbentuk akibat berat jenis mineral yang terbentuk pada awal pendinginan magma yang cenderung lebih berat daripada magma sehingga menyebabkan terjadinya gravity settling yang menyebabkan mineral tersebut terkumpul di bagian bawah tubuh batuan beku.
Gambar 3. Cummulate texture dari mineral olivine, piroksen, plagioklas, dan magnetit
Sumber : http://www4.nau.edu/meteorite/Meteorite/Book-Textures.html
3.      Intersertal
Tekstur ini tercirikan dengan adanya kenampakan gelas vulkanik yang mengisi ruang-ruang di antara tubuh kristal mineral plagioklas.  Tekstur ini sering ditemukan pada batuan beku vulkanik intermediet atau basa seperti andesit hingga basalt. Tekstur ini terbentuk melalui proses yang hampir mirip dengan tekstur porfiritik, di mana mineral plagioklas terbentuk terlebih dahulu lalu ketika magma muncul ke permukaan terjadi pendinginan yang cepat yang menyebabkan lava cenderung membentuk gelas vulkanik yang seolah-olah mengelilingi tubuh mineral  plagioklas yang terbentuk terlebih dahulu.
Gambar 4. Tekstur intersertal
Sumber : Slide presentasi asistensi batuan beku, praktikum petrografi 2012

4.      Ofitik dan Subofitik
Tekstur ofitik dan subofitik memiliki kenampakan khas yang menampakkan hubungan khusus antara mineral plagioklas dan mineral piroksen. Pada tekstur ofitik, mineral plagioklas ditemukan dikelilingi oleh mineral piroksen. Tekstur ini dapat dianalogikan seperti plagioklas euhedral sebagai fenokris pada masa dasar piroksen dengan ukuran yang relatif lebih besar namun bentuknya subhedral. Sedangkan pada tekstur subofitik, kenampakan khas yang ditunjukkan berupa mineral piroksen yang seolah-olah dikelilingi oleh mineral plagioklas karena ukuran plagioklas yang cenderung lebih besar atau merupakan kebalikan dari tekstur ofitik.
Tekstur ofitik sendiri terbentuk melalui pendinginan magma basaltik yang berlangsung relatif lambat. Ketika pendinginan terjadi intergrowth antara mineral plagioklas dan piroksen, namun plagioklas telah terbentuk terlebih dahulu sehingga plagioklas cenderung memiliki bentuk euhedral hingga subhedral. Selanjutnya dilanjutkan kristalisasi mineral piroksen yang mengisi ruang antar plagioklas.
Tekstur subofitik terbentuk oleh pendinginan magma basaltik dengan pembentukan mineral piroksen terlebih dahulu selanjutnya dilanjutkan intergrowth dengan mineral plagioklas.
Gambar 5. Tekstur ofitik
Sumber : http://www.huntsearch.gla.ac.uk/geoimages/ah/ah990b.jpg
Gambar 6. Tekstur subofitik
Sumber : http://www4.nau.edu/meteorite/Meteorite/Images/Subophitic_Texture.jpg

5.      Mikroporfiritik
Tekstur ini memiliki kenampakan khas yang menyerupai tekstur khusus porfiritik, namun yang membedakan adalah kenampakan tekstur mikroporfiritik ini hanya dapat diamati melalui pengamatan mikroskopis. Tekstur ini memiliki genesa yang relatif sama dengan tekstur porfiritik, hanya saja batuan beku dengan tekstur ini cenderung ditemukan pada batuan beku vulkanik ataupun hipabisal yang dekat dengan permukaan. Tempat pendinginan yang sedemikian rupa ini menyebabkan pendinginan berlangsung cepat sehingga kristal-kristal mineral cenderung terbentuk dalam ukuran kecil atau halus.
Gambar 7. Tekstur mikroporfiritik
Sumber : Slide presentasi asistensi batuan beku, praktikum petrografi 2012

6.      Trakhitik
Tekstur ini memiliki kenampakan yang cukup menarik berupa adanya mikrolit atau cryptocrystalline plagioklas yang menunjukkan kesejajaran di antara mineral lain. Tekstur trakhitik sering ditemukan pada batuan beku vulkanik. Tekstur ini terbentuk akibat adanya aliran magma atau lava yang membuat orientasi penyusunan mineral menjadi sejajar. Hal ini cenderung disebabkan karena bentuk kristal plagioklas yang cenderung memanjang akan lebih mudah mengikuti arah aliran lava atau magma sesuai dengan arah memanjangnya kristal. Hal tersebut dapat dianalogikan dengan aerodinamika.
Gambar 8. Tekstur Trakhitik
Sumber : http://www.earthbyte.org/people/geoff/Hyperpetmag/Datafile/Stills/trachyx.GIF

7.      Pilotasitik
Tekstur ini memiliki kemiripan dengan tekstur trakhitik dimana terdapat penyejajaran mikroli-mikrolit plagioklas. Namun letak perbedaannya adalah pada tekstur ini penyusunan mikrolit-mikrolit plagioklasnya cenderung sub-paralel. Kehadiran mikrolit plagioklas ini juga sering disertai mikrokristalin lain. Tekstur ini terbentuk juga karena aliran magma atau lava yang memperngaruhi penyusunan mikrolit-mikrolit plagioklas pada batuan beku, namun pengaruh aliran tidak terlalu dominan sehingga penyusunannya cenderung sub-paralel. Aliran seperti ini bisa terjadi karena aliran lambat atau aliran lava kental.
Gambar 9. Tekstur Pilotasitik
Sumber : Slide presentasi asistensi batuan beku, praktikum petrografi 2012

8.      Poikilitik
Tekstur ini menunjukkan kenampakan adanya inklusi mineral-mineral secara acak dan tidak teratur pada suatu tubuh kristal mineral yang besar. Tekstur ini terbentuk akibat mineral-mineral yang menginklusi terbentuk terbentuk terlebih dahulu. Selanjutnya terjadi pembentukan mineral yang diinklusi melalui pendinginan magma secara lambat akibat perubahan kondisi sekitar sehingga mineral yang terbentuk ini memiliki waktu lebih untuk tumbuh dengan nukleasi yang lambat. Keadaan ini akan menyebabkan mineral yang besar tampak diinklusi oleh mineral-mineral yang lebih kecil.
Gambar 10. Tekstur poikilitic (inklusi mineral mafic pada plagioklas)
Sumber : http://www.meteorite-times.com/Back_Links/2011/may/6.jpg

9.      Intergranular
Tekstur ini memiliki kenampakan berupa adanya kumpulan mineral mafik (biasanya piroksen) dengan ukuran relatif lebih kecil di antara mineral plagioklas yang tersusun secara acak dan tidak teratur. Tekstur ini terbentuk akibat dari jenis magma sumber yang menyebabkan dominasi mineral yang terbentuk berupa mineral mafik dan mineral Ca plagioklas. Proses pendinginan berlangsung secara bertahap dari mineral Ca plagioklas selanjutnya mineral piroksen yang terbentuk pada proses pendinginan lebih cepat. Karena mineral piroksen terbentuk setelah plagioklas, mineral ini cenderung mengisi ruang-ruang antara plagioklas.
Gambar 11. Tekstur Intergranular
Sumber : http://www.largeigneousprovinces.org/sites/default/files/2011Nov-fig-8.png
10.  Intergrowth
Tekstur ini secara umum menunjukkan kenampakan pertumbuhan bersama antara 2 jenis mineral yang berbeda jenisnya. Secara umum tekstur ini dapat dijelaskan menggunakan diagram fase dengan melihat suhu kristalisasi suatu mineral hingga mencapai titik euthetic. Tekstur ini terbagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a.      Graphic
Pada tekstur ini tampak bahwa mineral kuarsa tertanam secara acak dalam mineral K-feldspar. Kedua mineral ini tumbuh secara bersama-sama dengan tingkat kristalisasi yang berbeda. Hal ini terjadi karena adanya kehadiran fase aqueous yang menyebabkan terjadinya intergrowth antara mineral kuarsa dengan mineral ortoklas (K-feldspar).
Gambar 12. Intergrowth jenis graphic
Sumber : Slide presentasi asistensi batuan beku, praktikum petrografi 2012

b.      Granophiric
Terdapat kuarsa berbentuk anhedral dengan letak tidak teratur. Hal ini disebabkan mineral kuarsa yang mengkristal bersama mineral feldspar terbentuk pada daerah batas kristal lain.
Gambar 13. Intergrowth jenis granophiric
Sumber : Slide presentasi asistensi batuan beku, praktikum petrografi 2012

c.       Myrmekitic
Menunjukkan intergrowth antara kuarsa dan plagioklas dengan ciri khas berupa bentuk kuarsa yang berbentuk seperti cacing di antara plagioklas. Hal ini terbentuk ketika kristalisasi plagioklas belum sempurna di saat itulah kuarsa masuk mengisi rongga yang belum terkristalisasi sempurna.
Gambar 13. Intergrowth jenis myrmekitic
Sumber : Slide presentasi asistensi batuan beku, praktikum petrografi 2012

11.  Perthite dan Antiperthite
Tekstur ini secara umum menunjukkan kenampakan intergrowth antara mineral ortoklas dan plagioklas. Perthite menampakkan intergrowth ortoklas di dalam plagioklas dengan orientasi mineral ortoklas cenderung sejajar bidang belahan mineral plagioklas. Sedangkan antiperthite merupakan kebalikan dari perthite. Pembentukan tekstur ini juga dapat dijelaskan melalui diagram fase hingga menuju titik euthetic. Pada perthite mineral plagioklas terbentuk terlebih dahulu dan saat belum sempurna mineral ortoklas terkristalisasi pada bidang belahan yang belum sempurna terbentuk.
Gambar 14. Tekstur perthite
a) Tekstur trakitik
  • Dicirikan oleh susunan tekstur batuan beku dengan kenampakan adanya orientasi mineral ---- arah orientasi adalah arah aliran
  • Berkembang pada batuan ekstrusi / lava, intrusi dangkal seperti dike dan sill
  • Gambar V.7 adalah tekstur trakitik batuan beku dari intrusi dike trakit di G. Muria; gambar kiri: posisi nikol sejajar dan gambar kanan: posisi nikol silang

                              
Gambar V.1.        Tekstur trakitik pada traki-andesit (intrusi dike di Gunung Muria). Arah orientasi dibentuk oleh mineral-mineral plagioklas. Di samping tekstur trakitik juga masih menunjukkan tekstur porfiritik dengan fenokris plagioklas dan piroksen orto.
b) Tekstur Intersertal
  • Yaitu tekstur batuan beku yang ditunjukkan oleh susunan intersertal antar kristal plagioklas; mikrolit plagioklas yang berada di antara / dalam massa dasar gelas interstitial.
      
Gambar V.2.        Tekstur intersertal pada diabas; gambar kiri posisi nikol sejajar dan gambar kanan posisi nikol silang. Butiran hitam adalah magnetit

c) Tekstur Porfiritik
  • Yaitu tekstur batuan yang dicirikan oleh adanya kristal besar (fenokris) yang dikelilingi oleh massa dasar kristal yang lebih halus dan gelas
  • Jika massa dasar seluruhnya gelas disebut tekstur vitrophyric .
  • Jika fenokris yang berkelompok dan tumbuh bersama, maka membentuk tekstur glomeroporphyritic.

                                  
Gambar V.3.        Gambar kiri: Tektur porfiritik pada basalt olivin porfirik dengan fenokris olivin dan glomerocryst olivin (ungu) dan  plagioklas yang tertanam dalam massa dasar plagioklas dan granular piroksen berdiameter 6 mm (Maui, Hawaii). Gambar kanan: basalt olivin porfirik yang tersusun atas fenokris olivin dan glomerocryst olivin (ungu) dan plagioklas dalam massa dasar plagioklas intergranular dan piroksen granular berdiameter 6 mm (Maui, Hawaii)
d) Tekstur Ofitik
Yaitu tekstur batuan beku yang dibentuk oleh mineral plagioklas yang tersusun secara acak dikelilingi oleh mineral piroksen atau olivin (Gambar V.10). Jika plagioklasnya lebih besar dan dililingi oleh mineral ferromagnesian, maka membentuk tekstur subofitic (Gambar V.11). Dalam suatu batuan yang sama kadang-kadang dijumpai kedua tekstur tersebut secara bersamaan.
Secara gradasi, kadang-kadang terjadi perubahan tektur batuan dari intergranular menjadi subofitik dan ofitik. Perubahan tektur tersebut banyak dijumpai dalam batuan beku basa-ultra basa, contoh basalt. Perubahan tekstur dari intergranular ke subofitic dalam basalt dihasilkan oleh pendinginan yang sangat cepat, dengan proses nukleasi kristal yang lebih lambat. Perubahan terstur tersebut banyak dijumpai pada inti batuan diabasik atau doleritik (dike basaltik). Jika pendinginannya lebih cepat lagi, maka akan terjadi tekstur interstitial latit antara plagioclase menjadi gelas membentuk tekstur intersertal.
 
Gambar V.4.        Tekstur ofitik pada doleritik (basal); mineral plagioklas dikelilingi oleh mineral olivin dan piroksen klino
Gambar V.5.        Tekstur subofitik pada basal; mineral plagioklas dikelilingi oleh mineral feromagnesian yang juga menunjukkan tekstur poikilitik.
II.3      Struktur
Struktur Batuan Beku
Struktur batuan yang berhubungan dengan magma dikenal dengan struktur batuan vulkanik, struktur batuan plutonik, dan struktur dari hasil inklusi. Struktur batuan beku yang pada umunya merupakan kenampakan skala besar sehingga dapat dikenali dilapangan seperti :
a.    Perlapisan
b.    Lineasi (laminasi, segregasi)
c.    Kekar (lembar, tiang)
d.   Vesikuler (bentuk, ukuran, pola)
e.    Aliran

  • Masif: padat dan ketat; tidak menunjukkan adanya lubang-lubang keluarnya gas; dijumpai pada batuan intrusi dalam, inti intrusi dangkal dan inti lava; Ct: granit, diorit, gabro dan inti andesit
  • Skoria: dijumpai lubang-lubang keluarnya gas dengan susunan yang tidak teratur; dijumpai pada bagian luar batuan ekstrusi dan intrusi dangkal, terutama batuan vulkanik andesitik-basaltik; Ct: andesit dan basalt
  • Vesikuler: dijumpai lubang-lubang keluarnya gas dengan susunan teratur; dijumpai pada batuan ekstrusi riolitik atau batuan beku berafinitas intermediet-asam.
  • Amigdaloidal: dijumpai lubang-lubang keluarnya gas, tetapi telah terisi oleh mineral lain seperti kuarsa dan kalsit; dijumpai pada batuan vulkanik trakitik; Ct: trakiandesit dan andesit

   
Gambar V.6.        Struktur batuan beku masif; terbentuk karena daya ikat masing-masing mineral sangat kuat, contoh pada granodiorit dengan komposisi mineral plagioklas berdiameter >1 mm (gambar atas) dan granit (gambar bawah) dengan komposisi kuarsa dan ortoklas anhedral dengan diameter >1 mm

 
rongga
rongga
rongga
rongga
rongga
rongga
Gambar V.7.        Struktur batuan beku skoria; dijumpai rongga-rongga bekas keluarnya gas saat pembekuan yang sangat cepat. Contoh pada andesit basaltik porfirik pada posisi nikol sejajar (atas) dan nikol silang (bawah). Batuan tersusun atas fenokris plagioklas berdiameter >1 mm dan piroksen klino berdiameter 0,5-1,5 mm, dan tertanam dalam massa dasar gelas, kristal mineral (plagioklas dan piroksen) dan rongga tak beraturan berdiameter <1 mm.















II.2. TEKSTUR KHUSUS PADA BATUAN SEDIMEN DAN PETROGENESISNYA

Batuan karbonat adalah batuan dengan kandungan material karbonat lebih dari 50 % yang tersusun atas partikel karbonat klastik yang tersemenkan atau karbonat kristalin hasil presipitasi langsung (Rejers & Hsu, 1986).Bates & Jackson (1987) mendefinisikan batuan karbonat sebagai batuan yang komponen utamanya adalah mineral karbonat dengan berat keseluruhan lebih dari 50 %. Sedangkan batugamping menurut definisi Reijers &Hsu (1986) adalah batuan yang mengandung kalsium karbonat hingga 95 %. Sehingga tidak semua batuan karbonat adalah batugamping.
secara umum batuan karbonat ini mengandung fase primer, sekunder dan butiran reworked. Fase primer ini merupakan mineral presipitasi yang dihasilkan oleh organisme, sementara mineral karbonat sekunder dihasilkan oleh presipitasi alami non organik yang terjadi saat proses diagenesis berlangsung. Material reworked ini sama dengan mekanisme yang terjadi pada batuan terigen klastik yaitu hasil abrasi pelapukan batuan sebelumnya.
lime mud merupakan istilah untuk material karbonat dengan butiran yang sangat halus lebih kecil dari ukuran pasir (kurang lebih kayak matrik or lempung versi karbonatlah) dibagi dua jenis yaitu micrite yaitu butiran karbonat berukuran <0.004 mm dan microsparite berukuran atnara 0.004 dan 0.06 mm (Raymond, 2002). Komponen - komponen lainnya ada juga semen karbonat yang genetiknya lebih kearah diagenesis (sementasi) karbonat dan fragmen yang lebih kasar dalam batuan karbonat dikenal sebagai allochem (memliki jenis yang macam-macam. Secara umum dibagi dua , yaitu: yang berasal dari cangkang fosil atau skeletal grain dan fragmen yang bukan dari tubuh fosil atau murni hasil presiptasi).

ü  Tekstur Batuan Karbonat
Kalsit bisa hadir dalam tiga bentuk tekstural:
1.      Butiran karbonat (carbonate grain) seperti ooid dan skeletal grain, yang berukuran silt sampai yang kasar berupa agregat kristal kalsit,
2.       Mikrokistalin kalsit atau carbonate mudy ang secara tekstural analog dengan mud di batuan sedimen silisiklastik namun lebih kecil lagi,
3.       Sparry calcite, yang mengandung kristal kalsit yang lebih ‘kasar’ hanya terlihat dibawah mikroskop.




Lithoklas.
            Lithoklas dalam beberapa literatur dikenal sebagai lime-clast atau intraclast. Dalam buku ini peristilahan lithoklas diambil dari Tucker & Wright (1990) yang mencakup intraklas & ekstraklas (Gambar 2.11). Intraklas adalah komponen karbonat yang merupakan hasil rombakan batuan karbonat dalam lingkungan pengendapan yang sama, sedangkan ekstraklas adalah komponen karbonat hasil rombakan dari batuan karbonat yang telah ada di luar lingkungan pengendapannya. 

Ooid (oolit)
            Ooid (atau oolite) adalah butiran yang berbentuk bulat, lonjong dan memperlihatkan struktur dalam baik secara konsentris maupun tangensial dengan suatu inti (nuclei) yang komposisinya bervariasi. Cortex tersebut adalah halus dan terlaminasi secara rata pada bagian luarnya, tetapi laminae individu mungkin lebih tipis pada titik-titik sudut tajam intinya. Bentuk nucleus tersebut tipikal spheroid atau elipsoid dengan derajat sphericity meningkat kearah luar (Gambar 6). 


Gambar 6 Komponen dalam batuan karbonat berupa lithoklas jenisnya belum diketahui dengan pasti. Contoh setangan (hand speciment) berupa slab dari batugamping Selayar (A), sayatan tipis yang menunjukkan beberapa ukuran dan batas butir yang tegas (Kendall, 2005) (B).






Gambar 7 Fotograf dari ooid (bulat putih bersih) dan mineral terrigenous (kuarsa) warna bening (A), ooid dalam bentuk sayatan tipis yang memperlihatkan struktur dalam dan beberapa ooid intinya telah melarut (B). (Sumber: An Overview of Carbonates, Kendall, 2005).
Peloid (Pellet)
            Peloid merupakan suatu komponen karbonat berukuran pasir, dengan ukuran rata-rata 100-500µm yang tersusun oleh kristal-kristal karbonat. Peloid umumnya berbentuk rounded – subrounded, spherical, ellipsoid hingga tak beraturan dan tidak mempunyai struktur dalam. Istilah tersebut murni deskriptif yang dikemukakan oleh McKee & Gutschick (1969). Istilah Pellet juga umum digunakan tetapi mempunyai konotasi untuk peloid yang berasal dari aktifitas organisme atau faecal pellet (Gambar 9).
Peloid merupakan komponen penting didalam batuan karbonat dangkal. Seperti pada Great Bahama bank bagian barat dari P. Andros, dimana pelet menutupi kurang lebih 10.000 km2. Peloid menyusun lebih dari 30% total sedimen dan 75% pasir. Pada daerah-daerah berenergi rendah seperti sedimen-sedimen lagun di daerah Balize, peloid juga umum dijumpai pada batugamping berenergi rendah di daerah laut dangkal, atau pada lingkungan laut yang tertutup.
 




Gambar 9 (A) kenampakan butiran peloid modern, (B) kenampakan peloid dalam bentuk sayatan tipis yang tidak memperlihatkan struktur dalam.
Coated grains
            Sejumlah carbonated-coated grains kadang tidak konsisten dalam penggunaan terminologinya sehingga kadang memunculkan masalah dalam interpretasinya. Memang hampir semua ahli petrografi batuan karbonat nampaknya mempunyai defenisi sendiri-sendiri. Coated grains terjadi secara poligenetik dengan perbedaan proses yang membentuk tipe butiran sama dan banyak dari proses ini belum dimengerti. Selanjutnya coated grain sama dapat terjadi pada lingkungan yang berbeda sama sekali yang menjadikan penggunaannya dalam interpretasi lingkungan pengendapan sangat susah.
Beberapa ahli masih memberikan istilah yang berbeda pada obyek yang sama. Istilah-istilah tersebut misalnya macro-oncoid, pisovadoid, cyanoid, bryoid, turberoid, putroid dan walnutoid (Peryt, 1983a). Peristilahan ini sudah terlalu jauh dan barangkali istilah yang membingungkan tersebut tidak akan dibahas dalam buku ini. Penjelasan yang paling baru mengenai istilah coated grain yakni yang dilakukan oleh Peryt (1983b) yang mengajukan klasifikasi lain yang menggunakan sistem genetik dan generik untuk pengklasifikasian butiran ini.

















II.3. TEKSTUR KHUSUS PADA BATUAN METAMORF DAN PETROGENESISNYA
Tekstur Secara Petrografi
            Secara umum kandungan mineral didalam batuan metamorf akan mencerminkan tekstur, contoh melimpahnya mika akan memberikan tekstur skistose pada batuannya. Dengan demikian tekstur dan minerologi memegang peranan penting di dalam penamaan batuan metamorf. Dengan munculnya konsep fasies, penamaan batuan kadang – kadang rancu dengan pengertian fasies. Mineral dalam batuan metamorf disebut mineral metamorfisme yang terjadi karena kristalnya tumbuh dalam suasana padat dan batuan mengkristal dalam lingkungan cair. Tekstur yang berkembang selama proses metamorfisme secara tipikal penamaanya  mengikuti kata-kata yang mempunyai akhiran -blastik. Contohnya,  batuan  metamorf  yang  berkomposisi  kristal-kristal berukuran seragam disebut dengan granoblastik. Secara umum satu  atau lebih mineral yang hadir berbeda lebih besar dari rata-rata; kristal yang lebih besar tersebut dinamakan porphiroblast.
              Atau juga menunjukkan  batuan asalnya misal awalan “meta” untuk memberikan nama suatu batuan metamorfisem apabila masih dapat dikenali sifat dari batuan asalnya contoh : metasedimen, metaklastik, metagraywacke, metavolkanik,dan lain- lain.Jika batuan  masih terlihat tekstur sisa maka tekstur diakhiri akhiran “Blasto” misal blasto porfiritik, dan memakai akhiran”blastik” apabila ataun asal maupan sisa bataun sudah tidak kelihatan lagi karena telah mengalami proses rekristalisasi contoh “Granolobastik” dan lain lain.

ü Bentuk
·         Idioblastik, merupakan suatu Kristal asal metamorfisme yang dibatasi oleh muka Kristal itu sendiri
·         Xenoblastik, merupakan suatu Kristal asal metamorfisme yang dibatasi bukan oleh muka kristalnya sendiri, ini ekivalen dan anhedral.
ü Orientasi
·         Orientasi yang tidak kuat
              Batuan equigranuler yaitu batuan dengan butiran – butiran mineral yang hampir sama ukurannya.
Tekstur mosaik : kristalnya eqiudimensional, pada umumnya berbentuk polygonal dengan batas – batas Kristal lurus atau melengkung.
Tekstur suture : kristalnya equidimensional atau lentikuler, mempunyai batas – batas tak teratur, banyak diantaranya saling menembus terhadap butir – butir disampingnya. Jika batuan xenoblastik sangat interlocking  disebut suture.
Tekstur mylenitik : suatu penghancuran mekanik, berbutir amat halus tanpa rekristalisasi mineral – mineral primer dan beberapa batuannya memperlihatkan kenampakan berarah sebagai lapisan – lapisan tipis material terhancurkan dapat terlitifikasi oleh proses sementasi larutan hidrotermal.
Tekstur hornfelsik : suatu jenis yang berkembang dalam batuan sedimen pelitik oleh metamorfisme termal. Shale dan batuan karbonat berubah secara luas tetapi batupasir memperlihatkan sedikit menjadi kuarsit. Perwujudan nyata berupa pembentukan mika dan klorit yang terlihat sebagai bintik – bintik. 
Tekstur kristaloblastik : suatu tekstur kristalin yang terbentuk oleh kristalisasi metamorfisme
·         Xenonoblstik, bila kristalnya subhedral dan unhedral.
·         Idioblastik, bila kristalnya euhedral.
·         Lepidoblastik, bila orientasi mineral - mineral pipih atu tabular menunjukkan hampir paralel atau paralel.
·         Nematoblastik, bila susunan paralel atu hampir parallel merupakan mineral – mineral prismatik atau fibrous.
Tekstur porfiriblastik : merupakan tekstur kristoblastik yang tersusun oleh 2 mineral atau lebih. Berbeda ukuran butirnya dan ekivalen dengan tekstur porfiritik dalam batuan beku, kristal – kristal yang besar yang besar (tunggal) disebut porfiroblast.
Gambar : Tekstur Porfiroblast
Tekstur poikiloblastik : istilah lain dari tekstur saringan ”sieve” yang dicirakan oleh porfiroblast – porfiroblast yang mengandung sejumlah butiran – butiran yang lebih kecil (inklusi).
Gambar Tekstur poikiloblastik
Tekstur Porphyroklas: tekstur batuan metamorf yang dicirikan oleh adanya kristal besar (umumnya K-feldspar) dalam massa dasar mineral yang lebih halus. Bedanya dengan porphyroblastik adalah, porphyroklastik tidak tumbuh secara in-situ, tetapi sebagai fragment sebelum mineral-mineral tersebut hancur / terubah saat prosesn metamorfisme, contoh: blastomylonit dalam gniss granitik.
 







Gambar VI.18. Tekstur porfiroklastik

Tekstur Retrogradasi eklogit:   tekstur batuan metamorf yang dibentuk oleh adanya mineral amfibol (biasanya horenblende) yang berreaksi dengan mineral lain. Dalam Gambar VI.19 adalah retrogradasi klinopirosen amfibole pada sisi kanan atas.
 








Gambar VI.19. Tekstur retrogradasi eklogit

Tekstur Schistose: foliasi sangat kuat, atau terdapat penjajaran butiran, terutama mika, dalam batuan metamorf berbutir kasar.
 








Gambar VI.20. Tekstur schistose

Tekstur Phyllitik: foliasi kuat dalam batuan metamorf berbutir halus.
 







Gambar VI.21. Tekstur phylitik
Tekstur Granoblastik: massive, tak-terfoliasi, tekstur equigranular dalam batuan metamorf.
 







Gambar VI.22. Tekstur granoblastik pada batuan metamorf

DAFTAR PUSTAKA


Nockolds, S. R., Knox, and G. A. Chinner. 1976. Petrology for Students. Cambridge University Press : London
Williams, Howel, Francis J. Turner, and Charles M. Gilbert. 1982. Petrography “An Introduction to the Study of Rocks in Thin Section”. W. H. Freeman and Company : New York
http://www4.nau.edu/meteorite/Meteorite/Book-Textures.html (diakses Rabu, 21 Maret 2012, pukul 19:20)
http://www.polarresearch.net/index.php/polar/article/view/7306/html_190 (diakses Rabu, 21 Maret 2012, pukul 19:20)
http://www.tulane.edu/~sanelson/eens212/textures_igneous_rocks.htm (diakses Rabu, 21 Maret 2012, pukul 19:20)

No comments:

Post a Comment